Skip to main content

Full text of "Kumpulan ARTIKEL ISLAMI - BULETIN Vol. 7"

See other formats


Rahmawati: Telaah Pemikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 37 


TELAAH PEMIKIRAN FIQHI TEUNGKU MUHAMMAD HASBI ASH- 

SHIDDIEQY 

Rahmawati 1 


Abstract: This journal titled Study of Thought Fiqhi Tengku Muhammad Hasbi Ash- 
Shiddieqy. The main issue discussed was "How Fiqhi thought initiated by Ash-Siddieqy 
TM. Hasbi and its relevance to the development of Islamic law thinking"? To parse the subject 
matter, the author takes a historical approach, and sociological approaches. The goal is to 
uncover Fiqhi thinking and its relevance to the development of Islamic law thought initiated by 
Ash-Siddieqy TM. Hasbi. Data were collected through library research (library research) which 
emphasizes the study of processed text on theoretical and philosophic. The data were analyzed 
using content analysis or content analysis to formulate conclusions. The results of this study 
indicate that: Thought Fiqhi offered Hasbi was having a relationship with the development of 
legal thought in Indonesia specialized in responding to contemporary problems can be solved 
by using ijtihad jama’i (collective). What previously offered to be a reference to the mujtahid 
now to resolve the current problems arising from within society based on justice and welfare. 

Keyword 

Abstrak: Jurnal ini berjudul Telaah Pemikiran Fiqhi Teungku Muhammad Hasbi Ash- 
Shiddieqy. Masalah pokok yang dibahas adalah “Bagaimana pemikiran fiqhi yang digagas oleh 
TM. Hasbi Ash-Siddieqy serta relevansinya terhadap perkembangan pemikiran Hukum Islam”? 
Untuk mengurai pokok permasalahan, penulis menggunakan pendekatan historis, dan 
pendekatan sosiologis. Tujuannya untuk mengungkap pemikiran fiqhi dan serta relevansinya 
terhadap perkembangan pemikiran Hukum Islam yang digagas oleh TM. Hasbi Ash-Siddieqy. 
Data dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan ( library research) yang lebih menekankan 
studi teks pada olahan teoritik dan filosofik. Data yang terkumpul dianalisa dengan 
menggunakan metode content analysis atau analisis isi untuk merumuskan kesimpulan. Hasil 
penelitian ini menunjukkan bahwa: Pemikiran fiqhi yang ditawarkan Hasbi sangat mempunyai 
hubungan dengan perkembangan pemikiran hukum di Indonesia khusus dalam menjawab 
persoalan kontemporer dapat diselesaikan dengan menggunakan ijtihad jama’i (kolektif). Apa 
yang ditawarkan sebelumnya menjadi acuan bagi mujtahid sekarang untuk menyelesaikan 
persoalan-persoalan terkini yang timbul dari dalam masyarakat berdasarkan keadilan dan 
kemaslahatan. 

Kata-kata Kunci: Pemikiran, fiqhi, TM. Hasbi Ash-Shiddieqy 

Pendahuluan 

Secara sosiologis diakui bahwa masyarakat selalu mengalami perubahan. Perubahan 
suatu masyarakat dapat mempengaruhi pola pikir dan tata nilai yang ada pada masyarakat. 
Semakin maju cara berfikir suatu masyarakat, maka semakin terbuka untuk menerima 
kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Akibatnya, pemecahan atas masalah yang 
berhubungan dengan syari’at Islam dapat dibuktikan tidak bertentangan dengan kemajuan ilmu 
pengetahuan dan tehnologi. 

Kemampuan syari’at Islam menjawab segala persoalan modem dapat dilakukan dengan 
mengemukakan beberapa prinsip syari’at Islam mengenai tatanan hidup secara vertikal antara 


1 Dosen Jurusan Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Palopo 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



38 Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 


manusia dengan Tuhan-nya dan secara horizontal antara sesama manusia. Para ahli fiqh telah 
menetapkan kaidah bahwa hukum asal segala sesuatu dalam bidang material dan hubungan 
antara sesama manusia adalah boleh, kecuali apabila dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu 
itu terlarang. Kaidah ini berlawanan dengan kaidah hukum dalam bidang ibadah. Dalam bidang 
yang disebut terakhir ini, terdapat kaidah bahwa ibadah tidak dapat dilakukan kecuali apabila 
ada dalil yang menunjukan bahwa perbuatan itu telah diperintahkan oleh Allah dan atau 
dicontohkan oleh Rasulullah. 

Di Indonesia misalnya, Hasbi Ash-Siddieqy merupakan seorang otodidak dan ulama 
Indonesia yang produktif menulis. Hasbi merupakan salah seorang pembaharu pemikiran 
hukum Islam di Indonesia yang telah berkarya dan menulis buku-buku pembaharuan pemikiran 
Islam dan modenisasi dalam pertumbuhan fiqh di Indonesia . 2 Hasbi ahli dalam berbagai bidang 
ilmu seperti ilmu fiqh dan usul fiqh, tafsir, hadis dan ilmu kalam. 

Hasbi memandang syariat Islam bersifat dinamis dan elastis, sesuai dengan 
perkembangan masa dan tempat. Ruang lingkupnya mencakup segala aspek kehidupan 
manusia, baik dalam hubungannya dengan sesama maupun dengan Tuhannya. Syariat Islam 
yang bersumber dari wahyu Allah swt., ini kemudian dipahami oleh umat Islam melalui 
metode ijtihad untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang timbul dalam 
masyarakat. Ijtihad inilah yang kemudian melahirkan fiqh. Banyak kitab fiqh yang ditulis oleh 
ulama mujtahid. Di antara mereka yang terkenal adalah imam-imam mujtahid pendiri mazhab 
yang empat: Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad Hanbal. 

Akan tetapi menurut Hasbi, banyak umat Islam, khususnya di Indonesia, yang tidak 
dapat membedakan antara syariat yang langsung berasal dari Allah SWT, dan fiqh yang 
merupakan pemahaman ulama mujtahid terhadap syariat tersebut. Selama ini terdapat kesan 
bahwa umat Islam Indonesia cenderung menganggap fiqh sebagai syariat yang berlaku absolut. 
Akibatnya, kitab-kitab fiqh yang ditulis imam-imam mazhab dipandang sebagai sumber 
syariat, walaupun terkadang relevansi pendapat imam mazhab tersebut ada yang perlu diteliti 
dan dikaji ulang dengan konteks kekinian, karena hasil ijtihad mereka tidak terlepas dari situasi 
dan kondisi sosial budaya serta lingkungan geografis mereka. Tentu saja hal ini berbeda 
dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang . 3 

Bahkan lebih jauh Hasbi berpendapat bahwa hukum fiqh yang dianut oleh masyarakat 
Islam Indonesia banyak yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Mereka 
cenderung memaksakan keberlakuan fiqh imam-imam mazhab tersebut. Sebagai alternatif 
terhadap sikap tersebut, Hasbi mengajukan gagasan perumusan kembali fiqh Islam yang 
berkepribadian Indonesia. 

Hasbi bahkan menegaskan bahwa dalam sejarahnya banyak kitab fiqh yang ditulis oleh 
ulama yang mengacu kepada adat-istiadat ( ‘urf) suatu daerah. Latar belakang yang menjadikan 
Hasbi memperhitungkan ‘urf (adat kebiasaan), khususnya kebiasaan masyarakat Indonesia 
dalam kaitannya dengan pengembangan hukum Islam, kemungkinan karena pengamatannya 
terhadap literature fiqhi klasik yang ditetapkan ulama berdasarkan ‘urf Oleh karena itu Hasbi 
menghimbau para calon sarjana hukum Islam mempelajari ‘urf secara seksama. Selanjutnya, 
dalam karya ilmiahnya, telah mengangkat beberapa adat kebiasaan masyarakat Indonesia 
sebagai hukum fiqhi menurut ijtihadnya sendiri. Misalnya, hukum seorang suami menyapa 
(memanggil) istrinya dengan panggilan ibu atau dengan istilah semakna dengannya . 4 Penelitian 
yang dilakukan Hasbi terhadap kebiasaan suami memanggil istrinya dengan sebutan ibu itu 
bertolak dari pertanyaan yang diajukan kepadanya, yakni: Apakah sapaan seperti itu tidak 


1 H. A Sarjan, Pembakuan pemikiran Fiqih Hasbi (Ciputat; Yameka: 2007), h. 208 

3 T. M. Hasbi Ash Siddieqy, Dinamika dan Elastisitas Hukum Islam, (Jakarta: Tintamas, 1975), h. 9- 

10 . 

4 T.M. Hasbi Ash Siddieqy, Kumpulan Soal Jawab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 72. 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 39 


tergolong perbuatan zihar yang dilarang dalam hukum Islam? Hal ini yang menarik untuk 
ditelaah lebih lanjut mengenai bagaimana kontekstualisasi fiqhi gagasan Hasbi dalam konteks 
realitas sejarah 

Riwayat Hidup Singkat TM.Hasbi Ash-Shiddieqy 

TM. Hasbi Ash-Shiddieqy lahir di Lhokseumawe, Aceh Utara pada tanggal 10 Maret 
1904. Ayahnya bernama Al-Hajj Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn 
Muhammad Mas‘ud dan ibunya bernama Teungku 5 Amrah. Ayahnya seorang ulama terkenal 
yang memiliki sebuah dayah (pesantren) sedangkan ibunya adalah puteri Teungku Abdul 
Aziz, pemangku jabatan Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Kesultanan Aceh waktu itu. 

Ia juga keponakan Abdul Jalil, bergelar Tengku Chik di Awe Geutah, seorang ulama 
pejuang yang bersama Tengku Tapa bertempur di Aceh melawan Belanda. Tengku Chik di 
Awe Geutah, oleh masyarakat Aceh Utara dianggap sebagai seorang wali yang dikeramatkan. 
Kuburannya masih diziarahi untuk meminta berkah. Hasbi juga merupakan keturunan Abu 
Bakar Ash-Shiddiq yang ketiga puluh tujuh (lihat lampiran silsilah TM. Hasbi Ash-Shiddieqy). 
Oleh sebab itu gelar Ash-Shiddiq sejak tahun 1925 dijadikan nama keluarganya atas saran 
Syaik Muhammad ibn Salim al-Kalali. 6 Ketika berusia 6 tahun, ibunya meningggal dunia tahun 
1910. Sejak itu ia diasuh oleh bibinya, Tengku Syamsiah selama 2 tahun. Pada tahun 1912 juga 
meninggal dunia. Sepeninggal Tengku Syam, Hasbi tidak kembali ke rumah ayahnya yang 
telah kawin lagi. Ia tinggal di rumah kakaknya Tengku maneh, bahkan sering tidur di 
Meunasah (langgar) sampai kemudian pergi nyantri dari dayah ke dayah. 

Hasbi sejak kecil mendengar dan menyaksikan apa yang sedang terjadi disekitarnya. 
Bagaimana kebengisan Letnan H. Christhoffel melakukan pembersihan di Keureuto-berjarak ± 
30 km dari Lhokseumawe yang bebas menembak siapa saja yang dicurigai. Ia menyaksikan 
juga bagaimana nasib rakyat yang dihimpit penderitaan 7 akibat perang. Sebagian masyarakat 
lari ke mistik yang pada akhirnya dapat menjerumuskan mereka ke perbuatan syirik. Sejak 
remaja ia dikenal di kalangan masyarakatnya karena ia sudah terjun berdakwah dan berdebat 
dalam diskusi-diskusi. Hasbi sering diminta untuk mengambil peran sebagai penanya atau 
penjawab. 

Hasbi telah khatam mengaji al-Qur’an dalam usia delapan tahun. Satu tahun berikutnya 
ia belajar qiraah dan tajwid serta dasar-dasar tafsir dan fiqhi pada ayahnya sendiri. Hal ini 
dilakukan ayahnya karena ia menginginkan Hasbi menjadi seorang ulama, meneruskan tradisi 
leluhurnya, disamping itu kedudukan dan penghargaan terhadap ulama sangat tinggi di mata 
masyarakat Aceh. 8 Hasbi belajar agama Islam di dayah milik ayahnya. Kemudian pada usia 
delapan tahun ia sudah pergi belajar dari satu dayah ke dayah lainnya. Mulanya ia pergi ke 
dayah Teungku Chik di Piyeung tahun 1912 untuk belajar Bahasa Arab, khususnya nahwu dan 
sharaf. Setelah setahun belajar disana kemudian ia pindah ke dayah Teungku Chik di Bluk 
Bayu. Setahun kemudian, ia pindah belajar ke Tengku Chik di Biang Kabu Geudong. Dari 
Biang Kabu, ia pindah ke dayah Tengku Chik di Biang Manyak Samakurok dan belajar selama 


5 Ulama di Aceh disebut dengan panggilan Tengku. Gelar ini bertingkat tingkat sesuai dengan 
tingkat kealiman atau jabatan yang dipangkunya. Lihat Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-Jeram Peradaban 
Muslim, (Yogyakarta: Pustaka Pej ajar, 1996), h. 311; Gelar ini juga dipakai oleh para Ulebalang, Lihat Teuku 
Ibrahim Alfian, Perang dijalan Allah, Disertasi (Yokyakarta: Universitas Gajah Mada, 1981), h. 40 

6 Seorang ulama Arab beraliran pembaru yang bersama-sama Syaikh Thahir Jalaluddin menerbitkan 
majalah al-Iman di singapura pada tahun 1907-1917. Ia bermukim di akhir hayat 

7 Nourouzzaman Shiddiqy, Fiqhi Indonesia Penggagas dan Gagasannya, Cet.I (Yoyakarta: Pustaka 
Pelajar, 1997 h. 8 

8 Salinan Manuskrip Hikayat raja-raja dapat dijumpai dimesium london. Tulisan ini di dasarkan 
pada turunannya yang termuat dalam Ibrahim Alfian, Kronika Pasai (Yokyakarta: Gajamadha University 
Press, 1972) dalam Nourouzzaman Shiddiqy, Fiqhi Indonesia Penggagas dan Gagasannya,, h. 246. 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



40 Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 


satu tahun. Pada tahun 1916 ia kembali pindah ke dayah Teungku Chik Idris. Di salah satu 
dayah terbesar di Aceh ini Hasbi khusus belajar fiqih. Dua tahun kemudian ia pindah ke dayah 
Teungku Chik Hasan Krueng Kale untuk memperdalam ilmu hadits dan fiqih. Setelah dua 
tahun belajar di dayah ini, Hasbi mendapatkan syahadah (ijazah) sebagai tanda ilmunya telah 
cukup dan berhak membuka dayah sendiri 9 

Pemikiran TM.Hasbi Ash-Shiddieqy tentang Hukum Islam 

Hukum Islam di Nusantara pada masa kolonial Belanda dan Jepang diselimuti 
keterbelakangan dalam berpikir, becorak satu mazhab, terfokus pada aspek ibadah, 
memperkeras taklid, larangan talfik dan larangan membuka pintu ijtihad serta dipersuram 
dengan miskinnya kajian metodologi. 10 Islam yang masuk di Indonesia pada saat itu dipahami 
sebagai proses Arabisasi dengan menafikan nilai-nilai lokalitas. Lebih fatal lagi ketika lahir 
kebijakan pemerintah kolonial tentang teori resepsinya, yang menjadi pedoman dalam 
penyelenggaraan hukum Islam di Indonesia yaitu hukum adat, sedang Hukum Islam baru bisa 
dijadikan rujukan setelah terlebih dahulu diresepsi hukum adat. 11 Kondisi inilah yang 
menggugah kesadaran intelektual untuk melakukan perubahan. Kaum pembaharu pun 
mengeluarkan jurus “kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah” untuk membenahi situasi yang 
dianggap tidak menguntungkan. 

TM Hasbi Ash-Shiddieqy merupakan salah seorang tokoh yang ikut mendukung 
gerakan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah. Beliau bertekad memberantas segala macam 
bentuk takhyul, bid’ah dan khurafat demi kejayaan Islam. 

TM Hasbi Ash-Shiddieqy membedakan antara pengertian syari’at dengan fiqhi. 
Syari’at dalam istilah fiqhi Islam ialah hukum-hukum yang telah ditetapkan untuk para hamba- 
Nya dengan perantaraan Rasul-Nya diamalkan dengan penuh keimanan, baik hukum itu 
berpautan dengan aqidah maupun dengan akhlak. 12 Sedangkan fiqhi adalah hukum-hukum 
yang diperoleh manusia (ulama-ulama/ mujtahid) dengan jalan ijtihad. lj Nampaknya Hasbi 
memandang syari’at itu sebagai sesuatu yang absolute (mutlak) serta tidak dapat diijtihadkan, 
sedangkan fiqhi merupakan hasil ijtihad para ulama karena bersumber dari nas yang zanni 
artinya fiqhi itu tercipta dari syari’at melalui perantaraan akal mujtahid. 

Sarjan mengomentari pendapat Hasbi tersebut bahwa fiqhi tdk dapat muncul begitu 
saja dengan sendirinya, tanpa ada dasar pijakannya yakni al-Qur’an dan al-Hadits sebagai 
penjelasnya karena keduanya adalah sumber syari’at. Pada syari’at yang bertalian dengan 
aqidah dan ibadah, tertutup kemungkinannya bagi akal manusia untuk melakukan 
pembaharuan pemikiran. Sedangkan pada syari’at yang memuat sejumlah hukum dan 
peraturan-peraturan Allah, tidaklah tertutup peluang manusia untuk melakukan penalaran 
terhadapnya. Peluang pemahaman dan penalaran terhadapnya, terbuka seiring perkembangan 
peradaban manusia, terutama ditujukan pada hukum-hukum yang bersifat umum, karena yang 
terinci hanya sedikit. 14 Pendapat Sarjan tersebut nampak bahwa syariat itu dapat dibagi dalam 
dua kategori yaitu syari’at yang bersifat statis (tidak menerima penalaran akal) dan syari’at 
yang bersifat dinamis (menerima penalaran akal). 


9 Nourouzzaman Shiddiqy, Fiqhi Indonesia Penggagas dan Gagasannya, h. 13 

10 Kusdar, Dinamika Fiqhi Di Indonesia (Telaah Historis Lahirnya Fiqhi Ke Indonesiaan, Jurnal 
Mazahib , (Vol. IV, No. 2, Desember 2007), h. 1 18 

11 Kusdar, Dinamika Fiqhi .... h. 118 

12 TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Dinamika dan Elastisitas Hukum Islam, cet I, (Jakarta: Tintamas, 
1975), h. 9 

3 TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhi Islam Mempunyai Daya Elastis, Lengkap, Bulat dan tuntas. Cet 
/..(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 158 

14 Sarjan, Pembaharuan Pemikiran Fiqhi Hasbi Ash-Shiddieqy, (Makassar, Yameka, 2007), h. 17 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 41 


Penetapan syari’at yang memuat sejumlah hukum dan peraturan-peraturan Allah 
memiliki tujuan dalam pensyariatannya diantaranya memelihara hal-hal yang daruriyah 15 , 
hajiyah 16 dan tahsiniyah ' 1 . Demikian pula syari’at memiliki asaz-asaz dalam penetapanya. Di 
antara asaz-asaz tersebut adalah meniadakan kepicikan ( nafyu al-haraj ), sedikit 
pembebanannya ( qillatul taklif), membina hukum dengan menempuh jalan tadarruj (tahap 
demi tahap), seiring dengan kemaslahatan manusia, mewujudkan keadilan yang merata. 

Syari’at sebagai hukum Islam mempunyai watak dan ciri-ciri khas. Hasbi menetapkan 
tabi’at dan ciri-ciri khas hukum Islam dalam tiga kategori yaitu takamul (sempurna), wasatiyah 
(harmonis) dan harakah (berkembang sesuai dengan perkembangan zaman). 

Cita-cita Hasbi dalam pembentukan hukum Islam secara nasional sangatlah luhur. 
Beliau menginginkan koodifikasi hukum Islam yang jelas dan pasti di negara Indonesia, beliau 
mengemukakan: 

Maksud untuk mempelajari syari’at Islam Universitas Islam sekarang, supaya fiqhi 
Islam dapat menampung seluruh kemaslahatan masyarakat dan dapat menjadi pendiri 
utama bagi perkembangan hukum di tanah air kita yang tercinta ini. Maksud kita 
supaya dapat menyusun suatu fiqhi yang berkepribadian kita sendiri. Sebagaimana 
sarjana-sarjana Mesir sekarang sedang berusaha untuk memesirkan fiqhinya. Fiqhi 
Indonesia ialah fiqhi yang ditetapkan sesuai dengan kepribadian Indonesia, sesuai 
dengan tabiat dan watak Indonesia . 18 

Pandangan TM Hasbi Ash-Shiddieqy tersebut mengisyaratkan agar perlu diadakan 
pembaharuan dalam bidang hukum Islam yang diistilahkan “fiqhi Indonesia”. Hasbi mengajak 
seluruh umat Islam Indonesia khusus para ulama dan pakar hukum, agar dibina suatu fiqhi 
yang berkepribadian atau berwawasan keindonesiaan yakni fiqhi yang cocok dengan keadaan 
dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Hal ini sesuai dengan defenisi yang diungkapkan Hasbi 
bahwa fiqhi Indonesia ialah fiqhi yang diterapkan sesuai dengan tabiat dan watak Indonesia . 19 

Peristiwa yang mendorong lahirnya ide Hasbi tentang fiqhi yang berkepribadian 
Indonesia ialah gejala historis sosiologis yang menggambarkan tentang perlakuan fiqhi 
dikalangan kaum muslimin Indonesia. 

Fiqhi sebagai produk ijtihad adalah bersifat elastis agar mampu memenuhi kebutuhan 
umat di setiap tempat dan waktu. Fiqhi baru berfungsi dengan baik bila disesuaikan dengan 
kondisi masyarakat agar tidak dirasa usang oleh masyarakat. Oleh karena itu, fiqhi yang 
diambil dari urf yang tidak bertentangan dengan syari’at, tidak bisa dipaksakan pada 
masyarakat lain yang mempunyai hukum yang berbeda. 

Kekuatan urf (kebiasaan) dalam tasyri’ (penetapan hukum syara) tidak dapat 
dipungkiri. Dalam kitab-kitab fiqhi terdapat banyak sekali hukum-hukum fiqhi yang 
dirumuskan fuqaha sebagai terapan kaidah iidl . Kaidah ini, berkedudukan sebagai 

penjabar dalil syara. Menurut Sarjan faktor penyebab dari urf masyarakat yang diperlukan 


15 Daruriyah adalah segala sesuatu yang harus ada untuk tegaknya kehidupan manusia baik diniyah 
maupun duniawiyah artiya apabila daruriyah itu tidak berdiri, cederalah kehidupan manusia di dunia. TM 
Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang: 1975), h. 187 

16 Hajiyah adalah segala yang dihajati oleh masyarakat untuk menghindarkan masyaqqah guna 
menghilangkan kepicikan. Apabila hal ini tidak terwujud, maka kehidupan tidak menjadi cidera. Hanya 
menimbulkan kepicikan dan kesempitan saja. TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, h. 190. 

17 Tahsiniyat adalah mempergunakan segala yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat 
kebiasaan yang baik yang semuanya ini dicakup oleh bahagian makarimul akhlak. TM Hasbi Ash-Shiddieqy, 
Falsafah Hukum Islam, h. 191. 

18 TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Syari’at Islam Menjawab Tantangan Zaman, cet I, (Jakarta: Bulan 
Bintang, 1973), h.42 

19 TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Syari ’at Islam Menjawab Tantangan Zaman, h. 43 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



42 Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 


yaitu: jika urf itu belum ditetapkan hukumnya oleh syara dan jika tidak bertentangan dengan 
dalil syara. Urf seperti inilah dapat dikaji dan diangkat statusnya menjadi hukum syara . 20 

Suatu hal yang perlu dicatat adalah ungkapan Hasbi yang menyatakan pentingnya 
sebuah metodologi bagi pembinaan fiqhi Indonesia. Karena apapun bentuk pembaharuan yang 
dilakukan oleh seseorang, apabila tanpa disertai metodologi yang jelas justru akan merusak 
pembaharuan itu sendiri. 

Yudian Wahyudi menjelaskan bahwa Hasbi telah menawarkan beberapa perangkat 
metodologis dalam fiqhi Indonesianya yang terdiri dari a) Perbedaan antara fiqhi dan syari’ah, 
b) Analisis kesejarahan (dirasah tarikhiyyah), c) Pendekatan sosial dan kultural (dirasah 
waqiiyyah) dan, d) studi perbandingan ( dirasah mucjaranah). 

Perbedaan antara fiqhi dan syari’ah dalam pandangan Hasbi telah dikemukakan 
sebelumnya. Yakni bahwa syari’at itu kumpulan perintah dan larangan yang bersifat abadi dan 
universal, sedangkan fiqhi kumpulan hukum-hukum yang bersifat amali yang bisa berubah dan 
berbeda menurut dimensi ruang dan waktu . 21 

Dirasah tarikhiyyah yakni memperhatikan pengaruh interaksi antara ide tasyri dengan 
peristiwa agar dapat diketahui bagaimana cara-cara fuqaha terdahulu dalam ber istinbat}. 
Dirasah tarikhiyyah ini mencakup perkembangan masyarakat Islam dalam perkembangan fiqhi 
Islam dengan memperhatikan pengaruh masing-masing terhadap yang lainnya seperti dalam 
ungkapannya: 

“Dengan kita memperhatikan perkembangan fiqhi dari masa ke masa, dapatlah kita 
mengetahui bagaimana pengaruh kenyataan-kenyataan dan peristiwa-peristiwa yang 
terjadi bersama dengan aqidah-aqidah dalam menghasilkan hukum-hukum fiqhi yang 
telah diwariskan oleh fuqaha kita kepada kita. Kita perlu mempelajari peninggalan para 
fuqaha secara dirasah tarikhiyyah, mempelajari hukum menurut pertumbuhan dan 
perkembangannya, agar kita dapat mengetahui bagaimana para fuqaha memperoleh apa 
yang dimaksudkan dalam menghadapi masyarakat dari falsafah Islam, baik yang 
bersifat akhlaqiyah maupun yang bersifat tasyri ’iyah ”. 22 

Selanjutnya Hasbi juga menekankan perlunya dirasah waqiiyyah yakni studi kasus 
mengenai masyarakat Indonesia dan masyarakat lain dengan menggunakan pendekatan 
sosiologi hukum disamping studi hukum secara umum, oleh karena itu kita memerlukan 
sebuah ilmu hukum kemasyarakatan . 23 Sehingga permasalahan dan perkembangan masyarakat 
yang melatar belakangi lahirnya pendapat-pendapat mazhab dihubungkan dengan kenyataan 
yang ada dalam suatu batasan wilayah tertentu. 

Menurut Nourouzzaman Ash-Shiddiqy, ada dua dalil pokok yang dikemukakan Hasbi 
berdasarkan situasi dan kondisi (sosio kultur) masyarakat yaitu kaidah yang berlaku bagi fiqhi 
yakni hukum asal bagi fiqh muamalat ialah semua perbuatan dibolehkan, kecuali ada dalil 
yang melarangnya dan hadis yang berbunyi “engkau tau urusan duniamu”. Kemudian faktor 
lainnya adalah kedinamisan dan kekenyalan hukum Islam serta filasafat hukum Islam yang 
menghargai iradah dan urf merupakan salah satu sumber hukum . 24 

Dirasah muqaranah dalam rumusan Hasbi adalah: Ilmu yang memaparkan hukum 
syara dalam berbagai bab dengan mengemukakan pendapat-pendapat imam mazhab yang 
disepakati dan yang diperselisikan, dan menyebutkan dalil-dalil dan qa’idah-qaidah ushuliyyah 

20 Sarjan, Pembaharuan Pemikiran Hasbi Ash Shiddieqy, Cet. I (Indonesia, Yameka, 2007), h. 55 

21 Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqhi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), h. 7-9 

Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqhi Islam Mempunyai Daya Elastis, Lengkap, Bulat dan Tuntas, Cet.I 
(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 158-159. 

23 Hasbi Ash Shiddieqy,./zV//zz' Islam , h. 159. 

24 Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram peradaban Muslim, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) 

h. 248 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 43 


yang dikemukakan oleh tiap-tiap imam mazhab itu dan sebab-sebab yang menimbulkan 
perbedaan faham, dan dalil-dalil itu diteliti satu persatu, ditinjau segi-segi kelemahannya, 
dibandingkan satu sama lain, kemudian dipilih mana yang lebih kuat dan lebih dekat kepada 
kebenaran, dan lebih patut diterima. 25 

Hasbi memandang bahwa kajian komparasi secara terpadu terhadap pendapat imam- 
imam mazhab serta dalil-dalil yang mendukungnya dan sebab-sebab yang menimbulkan 
perbedaan merupakan hal yang sangat penting dalam berijtihad guna mencari pendapat yang 
paling sesuai dengan konteks ruang, waktu, karakter dan kemaslahatan bangsa indonesia. 

Hasbi dalam studi yang dilakukan Yudian W. Asmin berpendapat bahwa studi 
perbandingan mazhab ini harus diperkuat dengan studi perbandingan usul fiqhi dari masing- 
masing mazhab dengan langkah-langkah: 

1. Mengkaji prinsip-prinsip yang dipegangi oleh setiap imam mazhab maupun masalah- 
masalah yang mereka perselisihkan dengan cara meneliti alasan-alasannya. 

2. Mengkaji dalil-dalil yang mereka pegangi maupun yang diperselisihkan. 

3. Mengkaji argumen yang ditawarkan oleh masing-masing imam mazhab mengenai dalil- 
dalil yang diperselisihkan dan memilih argumen-argumen yang kuat. 

Relevansi Pemikiran Fiqhi TM. Hasbi Ash Shiddieqy dengan Perkembangan Hukum 
Islam 

Hasbi melengkapi pandangannya dengan mengemukakan lapangan ijtihad. Menurutnya 
ada dua bidang yang penting yaitu: pertama : masalah-masalah atau peristiwa-peristiwa yang 
menghendaki hukum, yang telah ada prinsip-prinsip umum dalam syari’at Islam. Kedua, 
mabda-mabda umum dan hukum-hukum yang terperinci mengenai masalah-masalah dan 
perkara-perkara yang termasuk dalam urusan mubah. 26 Dari kedua hal tersebut menurutnya, 
manusia diberi hak untuk menetapkan hukum berdasarkan ijtihad sesuai dengan perkembangan 
zaman. 

Hukum Islam tidak bisa diperbaharui jika para ulama dan umat Islam pada umumnya 
bersikap skeptis dan jumud. Apalagi zaman sekarang ini pembaharuan pemikiran hukum 
Islam harus pula mampu mencuatkan keindahan dan kesempurnaan fiqhi. Karena itu sudah tiba 
saatnya para pengkaji fiqhi Indonesia untuk melakukan penelitian langsung pada kitab-kitab 
para imam mazhab. Karena seorang fuqaha sekurang-kurangnya mengetahui tempat 
pengambilan hukum yang telah difatwakan oleh ulama mazhab itu. Ia harus tahu pula pendapat 
imam-imam mazhab yang bertentangan dengan pendapat imam mazhabnya serta cara-cara para 
imam mazhab menggali hukum ( istinbat ). 

Perselisihan yang terjadi antar mazhab hanyalah pada cabang hukum (Juru ’) dalam 
hal menerapkan ( tatbiq ) dasar pokok pada objek masalah akibat perbedaan sistem yang dianut. 
Perbedaan pendapat seharusnya diterima sebagai tanda kematangan dan kebolehan berpikir di 
kalangan umat Islam. Di antara sebab sebab terjadinya perbedaan pandang ulama menurut 
Hasbi ialah 1) karena terjadi persyerikatan ma’na suatu lafaz seperti kata pada firman 
Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 228 yang mempunyai makna ganda yaitu haid atau suci. 
Golongan Hanafi memaknai haid sedangkan ulama Syafi’I memaknai suci. 2) karena 
perbedaan faham lantaran adanya perbedaan mempergunakan kaidah ushuliyyah. Apakah amr 
itu menunjuk kepada wajib secara mutlak ataukah menunjuk nadab secara mutlak. Apakah 
nahyu itu menunjuk kepada haram secara mutlak atau menunjuk kepada karahah. 3) karena 


25 TM.Hasbi Ash Shiddiqy, Pengantar Ilmu Perbandingan Mazhab, cet I, (Jakarta: Bulan 
Bintang, 1975). h. 34 

26 TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqhi Islam mempunyai Daya Elastis, Lengkap, Bulat dan 
Tuntas, (Jakarta;Bulan Bintang , 1975), h. 37-38. 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



44 Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 


terlalu kuat berpegang pada qaidah . 27 Supaya syariat Islam tidak menjadi beku maka pintu 
ijtihad tidak ditutup. 

Elastisitas Islam menyampaikan kepada umat Islam untuk memperoleh hasil sesuai 
dengan uslub pemahaman dan pembahasan serta suasana masyarakat. Kemudian yang perlu 
diperhatikan juga bahwa Islam menetapkan sesuatu hukum sesudah jiwa manusia dapat 
menerimanya. 

Hasbi menganjurkan supaya dalam menetapkan hukum fiqhi, para mujtahid selalu 
memperhatikan: pertama, hukum harus dapat difahami setiap orang. Oleh karena itu bahasa 
yang harus digunakan harus bahasa yang mudah dipahami oleh setiap orang. Kedua: ketetapan 
hukum itu harus dapat dipikul dan dilaksanakan oleh orang yang dibebani hukum (mukallaf ). 28 

Kedinamisasian dan kekenyalan syari’at Islam adalah bekal bagi para mujtahid baik 
yang teoritis maupun yang praktisi para pembuat undang-undang dan para pengambil 
keputusan untuk menetapkan hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan kehendak zaman serta 
tempat yang mampu mewujudkan kemaslahatan bagi manusia sebagaimana tujuan hukum 
Islam. Menurut Hasbi tujuan utama hukum Islam, baik yang global (mujmal) maupun yang 
terinci ( tafsili) adalah mencegah kerusakan. 

Pemikiran fiqhi yang ditawarkan Hasbi sangat mempunyai hubungan dengan 
perkembangan pemikiran hukum di Indonesia khusus dalam menjawab persoalan kontemporer 
dapat diselesaikan dengan menggunakan ijtihad jama’i (kolektif). Apa yang ditawarkan 
sebelumnya menjadi acuan bagi mujtahid sekarang untuk menyelesaikan persoalan-persoalan 
terkini yang timbul dari dalam masyarakat berdasarkan keadilan dan kemaslahatan. 

Dari refleksi pemikiran Hasbi tentang pembaharuan fiqhi, terlihat bahwa ia 
mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah pemikiran Islam di Indonesia, selain beliau orang 
pertama mengeluarkan gagasan agar fiqhi yang diterapkan di Indonesia, ia juga mengusulkan 
diterapkannya kompilasi fiqhi yang berbeda dengan yang lain termasuk dalam dari kelompok 
pembaharu . 29 

Oleh karena itu mengkaji pemikiran-pemikiran Hasbi tentang hukum diharapkan 
menjadi bahan yang berharga bagi pembinaan hukum nasional dan pembentukan kompilasi 
hukum Islam. 

Nalar berpikir yang digunakan Hasbi dengan gagasan fiqhi Indonesia adalah satu 
keyakinan bahwa prinsip-prinsip hukum Islam sebenarnya memberikan ruang gerak yang lebar 
bagi perkembangan ijtihad-ijtihad baru. Dasar-dasar hukum Islam yang selama ini telah 
mapan, seperti ijpna , qiyas, maslahah mur salah, urf dan prinsip perubahan hukum karena 
perubahan masa dan tempat, justru akan menuai ketidak sesuaian ketika tidak ada lagi ijtihad 
baru . 30 

Oleh karena itu ide fiqhi Indonesia yang digagas Hasbi memperlihatkan kepada umat 
Islam untuk tidak bertaqlid dan tidak memaksakan memiliki karakter bangsa yang lain yang 
tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia merupakan cikal bakal perkembangan 
pemikiran hukum Islam Indonesia dewasa ini dan selanjutnya. 

Apa yang dianjurkan Hasbi kepada para pendukung fiqhi Indonesia yaitu 
menggunakan metode perbandingan mazhab dalam menyelesaikan problem yang dihadapi 


27 TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Fiqhi Islam mempunyai Daya Elastis, Lengkap, Bulat dan Tuntas, 

h. 38-41 

28 Hasbi Ash Shiddieqy, Dinamika..., h. 24-25 

29 Nouruzzaman, M. Hasbi Asshiddiegy dalam persfektif dalam pemikiran Islam di Indonesia, 
Perpustakaan digital UIN Sunan Kalijaga, h.50 

30 Gatot Suhirman, Fiqhi Mazhab Indonesia, (Konsep dan Aplikasi Pemikiran Hasbi Ash 
SiddieqyUntuk Konteks Islam Rahmat Li-Indonesia), Jurnal Al-Mawarid, Vol.XI.No. 1, Feb-Agust 2010, h. 
121 . 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 45 


sudah diberikan pemecahannya melalui ijtihad dalam berbagai mazhab yang ada serta 
menguatkan fiqhi Indonesia akan lebih fleksibel jika didukung oleh perbandingan yang bersifat 
sistematis antara fiqhi dan hukum adat, fiqhi dan sistem hukum Indonesia dan antara fiqhi 
dengan sistem hukum international 3 1 . Hal ini dilakukan demi mencari pendapat yang sesuai 
dengan konteks ruang, waktu, karakter dan kemaslahatan bangsa indonesia. 

Diantara hasil ijtihad Hasbi yang mencerminkan pemikiran fiqhi Indonesia adalah 
zakat, “mesin produksi pabrik besar wajib dizakati”. Demikian juga wewenang untuk 
mengurus zakat ada pada pemerintah dan hal itu satu paket dengan proyek penyelenggaraan 
kepentingan dan kesejahteraan rakyat. “Pungutan zakat ditangani khusus oleh lembaga 
semacam dewan zakat ( bait al-mal) yang berdiri sendiri terlepas dari departemen keuangan 
atau instansi keuangan lainnya”. 2 Pandangan ini sangat relevan dengan konteks pembangunan 
negara yang membutuhkan banyak modal saat ini di samping itu membina kesejahteraan 
bersama antar umat manusia dalam satu negara. 

Selain hal tersebut, apabila lahirnya Kompilasi Hukum Islam dipandang sebagai 
model bagi fiqhi yang bersifat khas keindonesiaan maka jelas gagasan ini diilhami oleh ide-ide 
pemikiran hukum Islam Hasbi (1904-1975) yang melontarkan pendapat perlunya disusun fiqhi 
Indonesia. Dari pemikiran inilah tergambar keuniversalan hukum Islam yang ditunjukan Hasbi. 

Penutup 

Hasbi Ash Shiddieqy adalah seorang otodidak. Selain faktor bawaan dari leluhur dan 
orang tuanya yang membentuk diri Hasbi, juga faktor pendidikan. Hasbi seorang pekerja keras, 
disiplin, sikapnya suka memprotes dan cenderung membebaskan diri dari kungkungan tradisi 
dan mandiri tidak terikat pada sesuatu pendapat lingkungannya. Ia juga dikenal di masyarakat 
karena sering turut berdakwah, berdiskusi dan berdebat. Hasbi tidak gusar jika pendapatnya 
dibantah. Dari sikapnya inilah yang nantinya membuat ia menolak bertaklid bahkan berbeda 
faham dengan orang yang sealiran dengannya. Sejak usia 8 tahun ia sudah khatam al-Qur’an, 
selama delapan tahun dia mengenyam pendidikan dari dayah ke dayah, belajar bahasa Arab, 
dan beberapa tahun bersentuhan dengan Syaikh al-Kalali seorang pembaharu dan dari Syaikh 
al-Kalali inilah ia berkesempatan membaca buku-buku dan majalah-majalah yang ditulis 
tokoh-tokoh pembaharuan pemikiran Islam. 

Relevansi Pemikiran fiqhi yang ditawarkan Hasbi dengan perkembangan pemikiran 
hukum di Indonesia khususnya dalam menjawab persoalan kontemporer dapat diselesaikan 
dengan menggunakan ijtihad jama’i (kolektif). Apa yang ditawarkan sebelumnya menjadi 
acuan bagi mujtahid sekarang untuk menyelesaikan persoalan-persoalan terkini yang timbul 
dari dalam masyarakat berdasarkan keadilan dan kemaslahatan. 

DAFTAR PUSTAKA 

Ali Yafie, Mata Rantai yang Hilang dalam Pesantren, Edisi II/Vol.II/1 985 

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Indonesia 1940-1942, cet VI, Jakarta: LP3ES, 1991 

Dewan Redaksi Ensiklopedia Indonesia, Ensiklopedi Islam, Jilid V. Cet II, Jakarta: Ictiar Baru 
Van Hoeve, 1994. 


31 Kusdar, Dinamika Fiqhi Di Indonesia (Telaah Historis Lahirnya Fiqh keindonesiaan), Jurnal 
MAZAHIB, Vol.IV. No.2 Desember 2007, h. 124-125 

32 TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Beberapa Permasalahan zakat, (Jakarta; tinta Mas, 1976), h. 22-43. 
Lihat Juga Modul dawrah fiqhi perempuan, Fiqhi Mazhab Indonesia; Pemikiran Hukum Hasbi Ash-Shiddiqi, 
Hazairin dan Munawir Syadzali, h. 266 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014 



46 Rahmawati: Telaah Peikiran Fiqhi Teungku Muhammad Ash- Shiddieqy 


Gatot Suhirman, Fiqhi Mazhab Indonesia, ( Konsep dan Aplikasi Pemikiran Hasbi Ash 
SiddieqyUntuk Konteks Islam Rahmat Li- Indonesia), Jurnal Al-Mawarid, Vol.XI.No. 1, 
Feb-Agust 2010 

H. A Sarjan, Pembahuan pemikiran Fiqih Hasbi , Ciputat; Yameka: 2007 

http/yayasanhasbi.blogspot.com/2008/07/hasbi-ash-shiddieqy-pemikir-aceh-modern_31h 

Ibrahim Alfian, Kronika Pasai , Yokyakarta: Gajamadha University Press, 1972 

Ibrahim Hosen, Pemerintah Sebagai Mazhab, Pesantren No.2/Vol.II/l 985 

Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Yokyakarta; Salahuddin press, 1984 

Kusdar, Dinamika Fiqhi Di Indonesia ( Telaah Historis Lahirnya Fiqhi Ke Indonesiaan, Jurnal 
Mazahib , Vol. IV, No. 2, Desember 2007 

Nourouzzaman Shiddkp, J eram- J eram Peradaban Muslim, Yogyakarta: Pustaka Pejajar,1996 

Nourouzzaman Shiddiqy, Fiqhi Indonesia Penggagas dan Gagasannya, Cet.I, Yoyakarta: 
Pustaka Pelajar, 1997 

Nouruzzaman, M. Hasbi Asshiddieqy dalam persfektif dalam pemikiran Islam di Indonesia, 
Perpustakaan digital UIN Sunan Kalijaga 

Rezki , http://www.rizki-putra.com/hasbi.htm diakses tgl 12 November 2010 

T. M. Hasbi Ash Siddieqy, Dinamika dan Elastisitas Hukum Islam, Jakarta: Tintamas, 1975 

T.M.Hasbi Ash Siddieqy, Kriteria antara Sejarah dan Bid’ah, Cet.8, Jakarta: Bulan Bintang, 
1990. 

T.M.Hasbi Ash Siddieqy, Kumpulan Soal Jawab, Jakarta: Bulan Bintang, 1973 

TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang: 1975 

TM Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhi Islam Mempunyai Daya Elastis, Lengkap, Bulat dan tuntas. 
Cet /.Jakarta: Bulan Bintang, 1975 

TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Beberapa Pemasalahan Hukum Islam, Jakarta: Tintamas, 1975 

TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqhi, /Jakarta: Bulan Bintang, 1967 

TM. Hasbi Ash Shiddiqy, Pengantar Ilmu Perbandingan Mazhab, cet I, Jakarta: Bulan 
Bintang, 1975 

Yudian W. Asmin, Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy’s Theory of ijtihad In The 
Context of Indonesian Fiqhi, Yokyakarta: Nawesea Press, 2007 

Yudian Wahyudi, Ushul Fiqhi Versus Hermeneutika, Yokyakarta; Nawesea Press, 2006 


Jurnal Al Ahkam Volume IV, No. 2 Agustus 2014